Seorang
Ulama, Al-Harits al-Muhasibi berkata, "Muraqabah adalah pengetahuan hati
tentang kedekatan Rabb"
Menghadapi
perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara akhir-akhir ini, marilah kita
instropeksi ke dalam diri pribadi kita masing-masing, bahwa apa yang marak
dalam pemberitaan media ternyata sedikit banyak kita larut dalam permasalahan
yg sedang actual tsb. Paling tidak ikut melintas dalam benak pikiran, atau
tidak jarang menguras energy untuk membahas dan mendiskusikan isu-isu tersebut.
Tidak peduli apakah pada tataran pejabat atau rakyat jelata, kaum aghniya
ataupun dhuafa, cendekiawan atau orang awam, semua sibuk membicarakan. Yang
memprihatinkan, jika keterlarutan kita menyeret pada pertikaian atau
pertengkaran yang dapat merusak tali silaturahiem, hanya karena terjadi
perbedaan perspektif dalam mewawas setiap isu yang bergulir. Na’udzubillahi min
dzalika.
Oleh karena
itu, terkait dengan semakin mujarabnya tuntunan semu (media/tontonan) yang
direalisasikan oleh sebagian ummat sebagai panglima dalam melakukan aktivitas
social kemasyarakatan, tidak jarang membuat pergeseran budaya, tradisi,
perilaku anggota masyarakat dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Kenyataan
ini yang sering kita hadapi dan tidak jarang kita terkejut, kaget karenanya.
Hadirin
jama’ah jum’at yang berbahagia rohimakumullah,
Lantas
bagaimana sebaiknya sebagai seorang muslim bersikap dalam menatap kenyataan ini untuk waktu-waktu
selanjutnya?
Marilah pada
kesempatan Ibadah jum’at siang hari ini kita mencoba untuk merenungkan
sejenak, untuk mengembalikan segala persoalan pd kendali
al-Islam sebagaimana Alloh ajarkan.
Seorang muslim
hendaknya selalu merasakan muroqobatullah (merasa selalu dalam pengawasan
Allah) setiap saat. Hendaklah dalam hidupnya penuh dengan keyakinan bahwa Allah
subhanahu wata’ala senantiasa melihatnya, mengetahui rahasianya, dan Dia Maha
Tahu terhadap segala perbuatannya, bahkan sampai pada hal yang
sekecil-kecilnya.
Sehingga
dengan keyakinan seperti itu, maka jiwanya merasa terliputi dalam pengawasan
Allah subhanahu wata’ala, dia akan merasa betah berdzikir kepada-Nya, akan
senang melaksanakan keta'atan kepada-Nya dan dia pun akan berpaling dari
selain-Nya.
Sifat
muraqabah merupakan dasar komitmen seorang muslim pada Islam. Sifat muraqabah
merupakan sumber kekuatan seorang muslim di saat sendirian dan di tengah
keramaian. Jika terlintas dalam pikirannya untuk melakukan maksiat, maka dia
akan segera ingat Allah subhanahu wata’ala, bahwa Dia hadir mengawasinya, lalu
dengan serta merta dia akan membuang pikiran ke arah maksiat itu
sejauh-jauhnya, agar dirinya terhindar dan terbebas dari perbuatan maksiat
tersebut dan dia berazzam untuk tidak mendekatinya lagi. Allah subhanahu
wata’ala berfirman,
هُوَ
الَّذِي خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى
عَلَى الْعَرْشِ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا
وَمَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا
كُنْتُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa; Kemudian Dia
bersemayam di atas `Arsy Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa
yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik
kepadanya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha
Melihat apa yang kamu kerjakan (QS. Al-Hadid:4)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, "Makna ayat ini adalah,
bahwa Allah subhanahu wata’ala Maha Mengawasi dan menyaksikan semua perbuatan,
kapan saja dan di mana saja kamu melakukannya, di daratan maupun di lautan,
pada waktu malam maupun siang hari, di rumah tempat tinggalmu maupun di tempat
umum yang terbuka, segala sesuatu ada dalam ilmu-Nya, semuanya dalam
penglihatan dan pendengaran-Nya. Dia mendengar apa yang kamu ucapkan dan
melihat keberadaanmu, Dia Maha Mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang
kamu tampakkan, Allah subhanahu wata’ala berfirman,
أَلَا إِنَّهُمْ يَثْنُونَ صُدُورَهُمْ لِيَسْتَخْفُوا
مِنْهُ أَلَا حِينَ يَسْتَغْشُونَ ثِيَابَهُمْ يَعْلَمُ مَا يُسِرُّونَ وَمَا
يُعْلِنُونَ إِنَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ
"Ingatlah,
sesungguhnya (orang munafik itu) memalingkan dada mereka untuk menyembunyikan
diri daripadanya (Muhammad). Ingatlah, diwaktu mereka menyelimuti dirinya
dengan kain, Dia (Allah) mengetahui apa yang mereka sembunyikan dan apa yang
mereka tampakkan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala isi hati.” (QS.
Hud:5)
Dan juga firman-Nya,
سَوَاءٌ مِنْكُمْ مَنْ أَسَرَّ الْقَوْلَ وَمَنْ جَهَرَ
بِهِ وَمَنْ هُوَ مُسْتَخْفٍ بِاللَّيْلِ وَسَارِبٌ بِالنَّهَارِ
"Sama
saja (bagi Rabb kalian), siapa di antaramu yang merahasiakan ucapannya, dan
siapa yang berterus terang dengan ucapan itu, dan siapa yang bersembunyi di
malam hari dan yang berjalan (menampakkan diri) di siang hari.” (QS.
Ar-Ra'ad:10)
Sunggguh Tiada Ilah yang hak disembah selain Dia dan tiada Rabb selain
Dia. Di dalam shahih Imam Bukhari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
menjelaskan makna "Ihsan" tatkala beliau ditanya oleh Jibril
‘alaihissalam tentang hal itu,
"Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, maka jika
kamu tidak melihat-Nya maka yakinilah bahwa sesungguhnya Dia Maha
Melihatmu"
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya oleh seseorang,
“Wahai Rasulullah apa itu "tazkiyatun nufus?" Maka dijawab oleh
beliau, “(Tazkiyatun nufus itu ialah) hendaklah dia mengetahui (menyadari)
bahwa Allah bersamanya di mana pun dia berada". (HR. Thabrani &
Baihaqi)
Juga seorang shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam 'Ubadah Bin
ash-Shamit radhiyallahu ‘anhu pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda, "Sesungguhnya keimanan yang paling utama adalah engkau
menyadari bahwa Allah bersamamu di mana pun kamu berada". (HR. Thabrani).
Dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu, Rasululllah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
"Sungguh aku mengetahui beberapa kaum dari ummatku yang datang pada
hari Kiamat kelak dengan membawa kebaikan-kebaikan seperti gunung Tihamah yang
putih, lalu Allah jadikan kebaikan-kebaikannya tersebut seperti debu yang
berterbangan, mereka itu adalah saudara-saudaramu, dari jenis kulitmu, dan
mereka menjadikan malamnya sebagaimana kalian menjadikannya, akan tetapi mereka
kaum yang apabila dalam keadaan sepi mereka melanggar larangan-larangan Allah.”
(HR. Ibnu Majah)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,
"Suatu perbuatan yang tidak kamu sukai bila manusia melihat
perbuatanmu itu, maka janganlah kamu melakukannya apabila kamu berada dalam
keadaan sepi". (HR. Ibnu Hibban).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam hadits yang lain,
"Ada tiga hal yang mencelakakan seseorang dan ada tiga hal yang
menyelamatkan seseorang. Tiga hal yang mencelakakan, 1. Kekikiran yang
dita'ati, 2. Hawa Nafsu yang diikuti, 3. Kekaguman terhadap diri sendiri.
Sedangkan tiga hal yang menyelamatkan, 1. Takut kepada Allah dalam keadaan sepi
maupun di tengah keramaian, 2. Seimbang/sederhana menjalani hidup ini baik dalam
keadaan fakir maupun kaya, 3. Adil dalam menghukumi baik ketika sedang marah
(benci) maupun senang (ridho)". (HR. al-Bazzar)
Imam Ahmad rahimahullah pernah menuturkan, “Jika pada suatu hari engkau
sedang sepi dalam kesendirian, maka janganlah engkau mengatakan, "Aku
sedang sendirian", tapi katakanlah, "Aku sedang diawasi oleh Dzat
Yang Maha Mengawasi". Janganlah sekali-kali engkau mengira bahwa Allah
subhanahu wata’ala itu dapat saja berbuat lengah sesaat dan janganlah pula
engkau sekali-kali mengira bahwa apa yang kamu sembunyikan itu tersembunyi pula
bagi Allah.”
Kiat
Menghidupkan Muroqobah dalam Jiwa Seorang Mukmin.
DR. Sayyid Muhammad Nuh dalam Taujih Nabawy, beliau menerangkan dua
sarana untuk menghidupkan muroqobah:
Pertama: Memiliki keyakinan yang sempurna bahwa sesungguhnya
Allah subhanahu wata’ala Maha Mengetahui segala yang dirahasiakan dan segala
yang nyata, Allah subhanahu wata’ala berfirman,
وَهُوَ اللَّهُ فِي السَّمَوَاتِ وَفِي الْأَرْضِ يَعْلَمُ
سِرَّكُمْ وَجَهْرَكُمْ وَيَعْلَمُ مَا تَكْسِبُونَ
"Dia
Allah yang disembah di langit dan di bumi, Dia Mengetahui apa yang kamu
rahasiakan dan apa yang kamu tampakkan, dan Dia Mengetahui apa yang kamu
usahakan" (QS. Al-An'am:3)
Sesungguhnya hakikat muroqobah seperti ini apabila benar-benar terhujam
di dalam hati seseorang, maka dia akan benar-benar merasa malu dilihat oleh
Allah subhanahu wata’ala jika dia melanggar larangan-Nya atau dia meninggalkan
perintah-Nya.
Al-Munawy berkata, “Takut kepada Allah subhanahu wata’ala dalam keadaan
seorang diri jauh lebih tinggi daripada takut kepada-Nya dalam keadaan
terang-terangan.
Ke dua: Memiliki keyakinan bahwa Allah subhanahu wata’ala
akan menghitung dan menghisab segala sesuatu meskipun itu hal-hal yang
terkecil. Dia akan memberitahukan hal itu kelak pada hari Kiamat, dan bahkan
Dia akan memberikan balasannya sesuai dengan jenis amal perbuatan seseorang,
amalan yang jelek akan dibalas dengan 'iqob dan azab-Nya sedangkan amal yang
baik akan mendapatkan balasan rahmat dan ridho-Nya. Allah subhanahu wata’ala
berfirman,
وَوُضِعَ الْكِتَابُ فَتَرَى الْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ
مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَاوَيْلَتَنَا مَالِ هَذَا الْكِتَابِ لَا يُغَادِرُ
صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً إِلَّا أَحْصَاهَا وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا حَاضِرًا
وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا
"Dan
diletakkanlah al-kitab (buku catatan amal perbuatan), lalu kamu akan melihat
orang-orang yang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya,
dan mereka berkata: "Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak
meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan dia catat
semuanya; dan mereka mendapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis
dihadapan mereka). Dan Rabbmu tidak menganiaya seorang jua pun". (QS.
Al-Kahfi:49).
Compiled by:
Dari Berbagai Sumber